
Dana global yang sudah mengalir lagi ke Indonesia itu terlihat pada naiknya kembali kepemilikan asing di surat berharga negara (SBN) yang dapat diperdagangkan sejak Selasa pekan lalu (29/11), terutama berupa SUN. Kepemilikan asing kembali naik Rp 4,88 triliun menjadi Rp 658,51 triliun per Jumat (2/12) lalu, dibandingkan pada 28 November 2016 sebesar Rp 653,63 triliun. SBN yang dipegang asing ini sekitar 37,27% dari total SBN yang dapat diperdagangkan Rp 1.767,08 triliun per 2 Desember 2016. Masuknya dana asing tersebut juga mendorong rupiah menguat delapan poin menjadi Rp 13.516 per dolar AS pada 5 Desember 2016, berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor). Selain didukung dana asing yang mulai mengalir lagi ke Indonesia, kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) didukung fundamental ekonomi RI yang baik. Ini misalnya inflasi diperkirakan turun 3-3,2% tahun ini dari 3,35% tahun lalu. Bank Indonesia (BI) juga memprediksi, masuknya dana dari program tax amnesty bisa membuat neraca pembayaran Indonesia (NPI) surplus hingga US$ 15 miliar pada tahun 2016. Sebelumnya, pada kuartal 1-2016, neraca pembayaran defisit USS 300 juta, namun pada kuartal 11-2016 NPI sudah surplus USS 2,2 miliar dan pada kuar
tal III lalu surplus bertambah menjadi USS 5,5 miliar.
Analis Ciptadana Securities Ahmad Sujatmiko mengatakan, secara historis, biasanya dana asing yang masuk ke pasar surat utang Indonesia akan diikuti oleh masuknya dana asing ke pasar saham. "Saat ini, investor asing sedang dalam posisi mencari aset yang cenderung aman namun tetap memberikan imbal hasil (return) yang tinggi. Yield surat utang Indonesia menarik, karena lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain." katanya di Jakarta, Senin (5/12).
Dia menilai fundamental ekonomi Indonesia masih cukup bagus. Pertumbuhan ekonomi domestik saat ini masih di atas 5%, inflasi juga masih cenderung rendah.
NPI juga diperkirakan surplus sebe sar USS 15 miliar tahun ini dan defisit anggaran juga relatif dapat ditangani oleh pemerintah.
Akhir Tahun. IHSG 5.500 Analis PT Recapital Securities Kis-woyo Adi Joe menjelaskan, dana asing kembali mengalir masuk ke Indonesia, yang ditandai dengan terus meningkatnya kepemilikan asing di SUN mulai 29 November lalu, setelah sebelumnya cenderung turun. Dia memperkirakan, IHSG sampai akhir tahun ini dapat menembus hingga level 5.500.
Sampai akhir tahun ini, para pelaku pasar diperkirakan masih menunggu perkembangan ekonomi Amerika Serikat, terutama kepastian kenaikan Fed funds rate (FFR) oleh Bank Sentral AS (The Fed). "Investor saal ini sudah melakukan price in, sehingga tidak akan terjadi perubahan lagi bila FFR dinaikkan pada Desember ini. Namun demikian, mereka masih menunggu kepastian FFR naik. Yang mereka khawatirkan justru ketika tidak jadi naik," tandas dia.
Ahmad Sujatmiko juga memperkirakan IHSG pada akhir tahun ini dapat mencapai 5.500. Pertumbuhan indeks mencapai level tersebut masih wajar, seperti pertumbuhan beberapa tahun sebelumnya. Hanya saja, lanjut dia, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih bisa tertekan, karena dampak menguatnya dolar AS terhadap seluruh mata uang global.
Saham Rekomendasi Terkait saham unggulan, Ahmad merekomendasikan saham di sektor komoditas untuk dikoleksi. Ini seperti saham emiten batubara, nikel, dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Hal ini dikarenakan harga komoditas sedang merangkak naik.
Sedangkan Kiswoyo mengatakan, saham-saham yang masih layak dikoleksi di sisa waktu 2016 antara lain saham emiten barang konsumsi, seperti PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF). PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI). Selain itu, saham emiten perbankan seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI).
"Emiten barang konsumsi layak dikoleksi, karena menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru 2017. Sedangkan perbankan layak dikoleksi karena selama ini memang menjadi backbone IHSG," ujar Kiswoyo.
Bursa Global Sementara itu, berbeda dengan mayoritas indeks bursa Asia yang turun, IHSG di BEI menguat 0,4% atau 22,3 poin ke 5.268,3 pada penutupan perdagangan Senin (5/12). Ini mendorong IHSG secara year to date tumbuh 14.7% atau terbaik kedua di antara bursa utama dunia, setelah bursa Thailand (16,6%). Kemarin, asing mencatatkan net sell (penjualan bersih) saham di BEI Rp 782,8 miliar. Namun demikian, secara year to date, asing masih mencatatkan net buy (pembelian bersih) Rp 18.6 triliun.
Saham-saham unggulan yang tergabung dalam Investor33, kemarin, naik 0,2% ke 365.1. Sedangkan indeks LQ45 naik 0.5% ke 885,2.
Di bursa Amerika Serikat, indeks Dow Jones Industrial Average naik 75,82 poin atau 0,40% ke level 19.246,24 hingga 5 Desember 2016 pukul 11.55 waktu setempat atau pukul 23.50 waktu Indonesia barat (WIB). Demikian pula indeks FTSE 100 di Inggris naik 16,11 poin atau 0,24% ke level 6.746,83 pada 5 Desember 2016 hingga pukul 16.35 waktu setempat.
Pada kesempatan terpisah, ekonom Sampoerna University Wahyoe Soe-darmono memaparkan, Indonesia relatif kuat menghadapi ancaman pelarian modal dalam jangka pendek, inenyusul rencana kebijakan ekspansi fiskal oleh Presiden AS Terpilih Donald Trump dan rencana kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat oleh The Fed pada akhir 2016 dan sepanjang 2017. Selain dimoderasi oleh meningkatnya pendapatan negara dari program amnesti pajak (dengan uang tebusan mencapai Rp 98,7 triliun dan dana repatriasi sebesar Rp 143 triliun hingga akhir 2016), gejolak di pasar dalam negeri juga dapat diredam oleh fundamental ekonomi RI yang relatif kuat.
0 comments:
Post a Comment